(Sebelumnya, saya mau mohon maaf yaaaa; bahasa Indonesia conversational saya kurang bagus--kecuali make logat Makassar--jadi mungkin ada beberapa bagian atau kalimat yang kurang masuk akal atau susah dimengerti. Silahkan berkomentar kalo misalnya sampe ada huehehehe).
My experience with Fibroadenoma Mammae, also known as FAM, had been a very short one--despite FAM (apparently) being a slow grower. Tepat seminggu yang lalu, tanggal 2 Mei 2015, saya baru menyadari keberadaan benjolan 'abnormal' di payudara kiri saya.
Sehari sebelumnya, Jumat, 1 Mei 2015, orangtua saya ngajak jalan-jalan ke Malino sekeluarga, karena kebetulan bertepatan dengan hari libur Labour Day. Bagi yang mungkin kurang kenal dengan Malino, it's a family holiday spot yang terkenal karena udaranya yang sejuk dan bunga-bunga tropis yang tumbuh secara liar maupun dijual sepanjang jalan (ini bukan promosi huehehe, cuma emang Malino tempatnya enak banget kalo mau liburan sejenak dari hiruk-pikuknya kota Makassar). Hanya saja, perjalanan ke Malino itu sedikit... Bumpy, ya. Berbatu, banyak belokan, dan naik turun sepanjang 90km-an. Karena capek terantuk-antuk interior mobil setiap dapat jalanan yang kurang bagus, saya dan si adek kemudian make seatbelt. Nah, disini saya mulai merasa ada sesuatu yang aneh pada payudara kiri saya--tiba-tiba saja terasa sakiiit banget dibandingkan dengan payudara kanan, tapi berhubung saya sebentar lagi akan menses, saya cuek-cuek saja. Jadi sehari itu berlalu tanpa adanya kejadian abnormal lainnya...
Keesokan harinya, perasaan saya masih ga terlalu enak, jadi saya lebih banyak ngabisin waktu di tempat tidur sambil kerja tugas yang jumlahnya naudzubillah itu. Ini berlangsung hingga malam harinya, dimana saya kemudian sadar bahwa saya belum mandi seharian saking sibuknya (ehem ehem). Jadi saya pause sejenak buat membersihkan diri...
Nah, setelah itu, saya berbaring sambil menunggu kabar dari ibu saya yang katanya mau pergi melayat karena ada tetangga yang meninggal. Tangan saya kemudian wandering ke arah payudara kiri saya yang kemarin sakitnya minta ampun, dan... Waduh! Saya terkaget-kaget karena mendapatkan benjolan yang mirip dengan kelereng. Karena saya orangnya panikan dan cepat banget mikir yang tidak-tidak, saya lompat dari tempat tidur saya dan lari terbirit-birit ke ibu saya, yang kebetulan belum berangkat.
Setelah meraba sedikit, ibu memastikan bahwa memang terdapat benjolan di payudara kiri saya. Disitu ibu mulai ngomel-ngomel tentang gaya hidup dan pola makan saya yang memang sedikit berantakan; saya jarang olah raga, dan kalo nyampe di rumah, saya malas masak karena capek (jadinya sering beli makan diluar atau makan yang instan, yang tentunya belum terjamin isinya sehat atau bersih apa nggak). Sementara itu, saya panik-panik ga karuan sambil lanjut mikir yang tidak-tidak; apa ini tanda kanker payudara? Apa saya harus dikemo? Bagaimana dengan perkuliahan saya? (Saya sedang menjalani semester 6, yang sibuknya minta ampun, dan tidak lama lagi saya harus menjalani Kuliah Kerja Nyata aka KKN.)
So as always, to answer my plethora of questions, I resorted to spending hours exploring Google for answers. Berdasarkan hasil 'riset' sotoy-sotoy, saya menyimpulkan bahwa ada kemungkinan saya memiliki satu atau bahkan kedua dari kondisi yang sering menyerang perempuan seumur saya: fibroadenoma mammae atau FAM, yang merupakan sejenis tumor jinak, atau fibrocystic breast condition; kista yang muncul pada perempuan yang masih menses dan dapat menghilang dengan sendirinya. Ibu kemudian setuju untuk membawa saya ke puskesmas Antang dan poliklinik RSUP UNHAS untuk mengecek kondisi saya pada hari Seninnya.
Hari Minggu saya habiskan untuk mengerjakan tugas-tugas saya dan mencari tahu lebih lanjut mengenai FAM dan FBC yang tadi. Saya mencocokkan deskripsi-deskripsi yang saya dapatkan secara online dengan kondisi saya, dan membentuk 'hipotesis' bahwa saya sedang 'memelihara' sebuah FAM di payudara kiri saya. Ibu sendiri mengira bahwa lump di payudara saya mungkin luka di dalam karena saya juga habis jatuh dari angkot (kalo yang ini gausah diceritain ya -.- hahaha), jadi ia juga berencana buat bawa saya ke temannya yang pintar mengurut dan mengobati secara tradisional/herbal setelah dari rumah sakit.
Hari Seninnya, saya bersiap-siap lalu berangkat bareng ibu dari rumah ke puskesmas (yang alhamdulillah jaraknya lumayan dekat) dari jam 7 pagi, supaya dapet antrian yang awal-awal. Setelah dapat antrian nomor satu dan menunggu selama kurang lebih 20 menit, ibu dokter yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Ibunya bertanya-tanya: Apa saya sudah haid bulan ini? Apa biasanya payudara saya sakit selama menses? Saya menjawab belum, mungkin dalam beberapa hari lagi, dan juga bahwa ya, payudara saya biasa agak sakit kalo disentuh sebelum dan selama haid. Setelah bagian yang bermasalah diraba, muka ibunya jadi ga enak (yang alhasil membuat perasaan saya ikut jadi gaenak). Ia kemudian menuliskan rujukan ke poli bedah/onkologi di poliklinik Unhas; perasaan saya jadi semakin tidak enak. Ibu dokternya bilang just in case ada apa-apa, jadinya dirujuk ke onkologi karena dokternya lebih ahli dalam hal begini. Jadi setelah berterima kasih sama dokternya, saya sama Ibu melanjutkan perjalanan ke RSUP Unhas.
Kami nyampe di RSUP sekitar pukul 8-9an, dengan kondisi ruang antri yang penuh (sampe ga ada lagi kursi tunggu yang available, lho!). Saya terkaget-kaget sendiri karena terakhir kali masuk ke RSUP itu tahun 2012, waktu amandel saya bermasalah, dan waktu itu RS-nya masih sepiiii banget karena masih baru. I would later find out bahwa RSUP ternyata sudah diakui bagusnya, makanya lumayan rame. Ada kebanggaan tersendiri bahwa RS-nya Unhas ini sudah diakui, padahal umurnya baru 3-4 tahun :)
Anyway, setelah ngumpul berkas, saya dan ibu menunggu berjam-jam sampai akhirnya nama saya dipanggil di poli onkologi pada pukul 13:00-an. Lama banget ya... Saya masuk ke dalam ruangan dan langsung keringat dingin--dokternya cowok! Masya Allah. Sebenarnya saya tahu dokternya sudah pasti professional dan segala macamnya, tapi aneh-aneh aja rasanya kalo payudara diraba sama laki-laki... Jadi pertama-tama, saya diwawancarai secara singkat dan juga ditanya-tanya pertanyaan yang mirip dengan ibu dokter pas paginya; saya juga menjawabnya dengan jawaban yang sama. Saya kemudian diminta untuk berbaring dan membuka bagian atas baju saya supaya bagian yang bermasalah bisa diraba.
Setelah di-poke selama beberapa saat (serasa bukan diraba, tapi di-poke pake dua jarinya si dokter), dokternya kemudian menyimpulkan bahwa benjolan tersebut sebaiknya diangkat karena ga bagus kalo dipelihara. Kalo tadinya saya keringat dingin, waktu dokternya bilang begitu saya serasa jadi air mancur, saking banyaknya keringat yang keluar X"D Saya ga diberitahu kondisi saya itu seperti apa, tapi saya sempat melihat surat rujukan saya ke bagian USG, dan kondisi saya dituliskan sebagai 'neoplasma benigna, mammae sinistra' (tumor jinak di payudara kiri). Asli, perasaan saya langsung legaaaa banget. Apalagi setelah melihat pamflet dari MC3 (Makassar Cancer Care Community) tentang gejala-gejala kanker payudara dan menyadari bahwa satu-satunya 'persyaratan' yang saya penuhi adalah benjolan di payudara saya. Buat yang mungkin mau/perlu tau, gejala-gejala lainnya adalah sebagai berikut:
- Keluarnya cairan bening atau merah (berdarah) dari puting payudara;
- Berubahnya tekstur dari kulit payudara (kalo dari sumber yang saya dapatkan, teksturnya jadi agak keras, katanya seperti kulit jeruk);
- Perubahan bentuk payudara (bertambah besar, kecil) dan adanya pembengkakan, kemerahan atau perubahan warna pada payudara;
- adanya dimpling atau puckering dari payudara, dan
- inverting of the nipple (puting payudara tiba-tiba 'masuk' ke arah dalam).
Okay, moving forward. Setelah diberi rujukan untuk ke USG, kami sempat tersesat dan masuk ke dalam ruangan radioterapi sebelum ditegur sama dokternya. Kami menunggu beberapa jam (lagi) sebelum pada akhirnya, pada pukul 4 sore, kami mendapatkan kesempatan untuk masuk ke dalam ruangan USG-nya. Waktu ditanya kenapa prosesnya lama banget, ternyata emang banyak yang ngantri buat USG pada hari itu juga... Without further ado, saya diminta untuk membuka baju dan pakaian dalam saya (jadi saya sisa pakai celana), dan saya kemudian diminta untuk berbaring sambil mengangkat lengan saya tinggi-tinggi. Dokternya kemudian mengoleskan semacam krim (?) pada masing-masing payudara saya dengan alat berbentuk stik. Sesaat kemudian, dokter lain datang, dan keduanya berargumen ketika stick-nya dokter sampe ke benjolan yang di payudara kiri saya. Yang baru datang bilang permukaannya ireguler, tapi yang meriksa bilang sepi dan reguler. Saya jadi stres sendiri, apalagi karena setiap kali dokternya dapat benjolan baru, ibu saya balik ke arah saya dan mengatakan, "They found one more!" (Tuh, dia dapat lagi!) Bagaimana tidak stres coba hahaha-_-
Setelah prosesnya selesai, saya bertanya ke dokter: Dapet apa aja dok? Katanya ada 3 lump berupa kista di payudara kanan saya, dan lima lump di payudara kiri saya, dimana salah satunya sepertinya neoplasma. Karena belum dibilang benigna (jinak) atau maligna (ganas), saya jadi tambah stres (lagi) T_T Katanya, silahkan kembali keesokan harinya pada pukul 10 untuk mengambil hasil USG-nya.
Berhubung perkuliahan hari Selasa tidak bisa saya lewatkan (dosen saya buat perkuliahan itu sebenarnya sudah pensiun, so any time she spends with us is precious), ibu voluntirkan diri untuk pergi mengambil hasil USG saya. In the meantime, tidur saya kurang nyenyak and I can't help myself from continuously feeling the bump on my chest sambil berdoa, hilanglah... Lenyaplah... (Sampe-sampe berpikir, ga bisa ya 'kelereng'-nya dipijit supaya bisa keluar dari mulut atau gimana? Absurd sih, but my desperate mind was desperate. Hahaha.)
Keesokan harinya, saya mengikuti perkuliahan dengan sangat tidak tenang sambil menunggu kabar dari ibu. Ketika akhirnya sampai pukul 10:00, saya meng-SMS ibu... Dan ternyata hasilnya aman, tapi tetap perlu diangkat. Saya sampe nangis-nangis di kelas lho hahaha. Berhubung cuma satu-dua teman yang tau tentang kondisi saya, teman duduk saya sampe bingung: "Kenapa ko, Imma? Kenapa ko menangis?" Hahaha.
Awalnya saya dijadwalkan untuk mengambil darah dan mengikuti tes-tes lainnya hari itu juga, tapi berhubung perkuliahan saya sampai sekitar jam 2-3 sore, ibu bilang tidak usah, besoknya saja. Malamnya, kita konsultasi ke dokter bedah onkologi, yang kebetulan juga pernah merawat almarhum om saya yang dulu menderita kanker mulut. Dokter Hary melakukan prosedur yang sama dengan dokter di poliklinik (all that poking, dan sebagainya) sambil berbicara sama Ibu dan menyimpulkan bahwa memang, sebaiknya mass yang terdapat di payudara saya diangkat secepatnya. Kebetulan kuliah saya hanya sampai hari Kamis saja, jadi dokternya bilang kalo bisa operasinya hari Kamis kalau bukan hari Jumat (tapi jangan weekend, karena pasiennya banyak banget kalo weekend). Saya cuma bisa melongo; it's been such a whirlwind of a ride, padahal belum sampe seminggu kedapatan :o Tapi yang lain bilang gapapa, malah bagus karena cepat didapat dan cepat juga ditanggapi... In the meantime, saya berkonsultasi dengan salah seorang teman baik saya yang ibunya pernah mengalami hal serupa. Saya sampai takut sendiri, karena dia bercerita bahwa ibunya dulu sampai beberapa bulan tidak boleh bawa mobil, tidak boleh bawa yang berat-berat. Saya menjadi sedikit khawatir karena saya biasanya ke kampus make tas backpack yang isinya lumayan berat, dan juga karena takut ga bisa ngapa-ngapain nanti pas KKN, tapi setelah cerita sama ibu saya sendiri, ibu bilang begitunya dipikir nanti saja. In the meantime, mending menjaga kesehatan dan kurangi rasa stres dulu..
Keesokan harinya, saya sama ayah pagi-pagi berangkat ke Poliklinik RSUP untuk kembali meriksa di Poli Onkologi, sekaligus tes darah dan cari kamar. Dokter Feby mengkonfirmasi bahwa emang besok sudah harus diangkat. Saya bertanya, boleh tidak ikut kuliah sore ini sebelum check-in? Katanya sudah ga boleh, karena kalo ikut operasi saya (yang ternyata jam 8 keesokan harinya) tidak bisa jalan T_T Jadi yaaa sudah, saya ikhlaskan saja... Padahal banyak banget informasi yang diberikan dalam perkuliahan hari Rabu dan Kamis itu :(
Saya di-tes darah pada jam 10, dan mendapatkan hasilnya pukul 14:00. Katanya, WBC (White Blood Count) saya sedikit lebih tinggi dari batas yang normal sehingga di footnote hasilnya, saya tercatat sedang mengalami leukositosis, tapi selain itu saya oke-oke saja dan boleh dioperasi, alhamdulillaaah. Jadi sesudah ini, saya diantar naik ke kamar saya, yang alhamdulillah di-cover dengan BPJS (begitu pula dengan biaya operasi/obat-obatan saya yang lainnya, alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillaaaah....) dan mulai bersiap-siap.
Selama malam itu, gula darah saya diperiksa, heart pressure & rate, berat badan/tinggi badan (yang ini malu banget pas diperiksa, hiks), dan apa obat anastesi yang akan digunakan cocok untuk badan saya atau tidak. Prosesnya sedikit sakit, karena langsung disuntikkan ke jaringan kulit saya sebelum masuk pembuluh darah (dan kulit kan penuh pain receptors, jadi pas di-prick itu periiih sekali...) Alhamdulillah, meskipun prosesnya sakit, I had no problems with the anesthesia :) Jadi setelah itu, infus dipasang (ini juga perih banget T_T) and I was finally a fully-fledged hospital patient. Malamnya saya habiskan dengan mengerjakan tugas-tugas yang belum saya selesaikan (sempat-sempatnya, ya? Wkwk) sambil bertanya-tanya ke ibu tentang anatomi tubuh manusia, surgeries, tumors, dan segala macam yang lainnya. Untungnya ibu saya sarjana biologi, jadi bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan neverending saya, hehehe. Saya sudah diberi pantangan untuk makan dan minum setelah pukul 12 malam, jadi saya makan sebatang coklat dan minum air putih pada pukul 23:00, sebelum disuntikkan obat penenang dan antibiotik ke dalam infus saya. Tidur saya cukup nyenyak, probably thanks to the depressants. Kalo nggak, mungkin tidur saya lebih gelisah karena khawatir terus ya hahaha.
Keesokan harinya, saya bangun pada pukul 5:00 pagi. Mungkin agak aneh, tapi perasaan saya sedikit tenang--entah karena depressants tadi, atau memang karena saya sudah pasrah dioperasi (ya iyalah; protes juga ga bakalan make me not get operated on kok, haha). Jadi setelah minum dikit, saya kemudian dipindahkan ke kursi roda buat diangkut ke operating theater di lantai dua. Saya diberikan surgery clothing (ada nama khususnya ngga ya? Saya ga sempat bertanya ke orang-orangnya T_T), dimana saya kemudian menanggalkan seluruh pakaian saya dan mengenakan surgery clothing tersebut, lalu dipindahkan ke tempat tidur yang rolling. Ruangannya ber-AC dan saya kedinginan, jadi diberikan selimut. Di operating theater itu, ada kakek-kakek yang sudah tua di samping saya, dan juga ibu-ibu yang diangkut ke dalam operating room sebelum saya. Selama menunggu buat 'diangkut' ke dalam operating room, saya dihampiri banyak orang: dokter anastesi tadi yang bertanya tentang kondisi saya, dokter Feby yang juga bertanya tentang kondisi saya, tante saya yang memberi semangat, sama ibu saya yang masih sempat-sempatnya bercanda dikit wkwk TuT
And then... Tiba saatnya buat memasuki operating room. Anehnya, saya masih merasa tenang, cuma mulut komat-kamit terus antara menjawab pertanyaan orang-orang sambil berdoa untuk keselamatan saya sendiri. Saya sedikit ketakutan dengan proses anastesi, dimana saya diberitahu bahwa saya akan dibius secara total--bagaimana kalo nantinya saya malah ga bangun-bangun sama sekali? T_T Tapi kembali lagi ke dokternya; kalo memang saya sudah dibolehkan disini setelah dites segala macam, berarti memang sisa tangan Tuhan yang berperan besar ke depannya.
Dokter anastesinya baik banget lho; setelah dengar-dengar saya nyanyi-nyanyi kecil, dianya bertanya, "Adik suka nyanyi ya?" Saya ngangguk-ngangguk, dimana dia kemudian membalas, "Kalo begitu tunggu ya, nanti diputarkan lagu." Dan jeeeng... Benar saja, lagunya Sia yang berjudul Chandelier dimainkan dalam operating room. Jadi sambil dipindahkan ke operating table, diberikan pencahayaan yang bikin mata sipit-sipit dan disuntik sana-sini, saya nyanyi-nyanyi kecil. Then everything went black...
And I woke up in the post-surgery room. Alhamdulillah, everything seemed done and I felt painless, tapi tetap saja saya merasa agak lemes. Saya sempat bertanya ke dokter yang lewat-lewat, sudah jam berapa? Dia menjawab, "Setengah sebelas, dek." Mengingat bahwa operasi saya dilaksanakan pada pukul setengah sembilan, this meant bahwa saya siuman hanya setelah dua jam dibius. Alhamdulillahirabbilalamiin. Saya melihat ke arah dada saya, dan melihat bahwa daerah sekitar puting saya diperban dengan rapi dan bahwa tidak ada darah yang keluar-keluar. Saya merasa senang karena sudah selesai, tapi capek. Tapi rasa capeknya bukan tipe capek yang mau tidur, bahkan setelah saya usahakan. Jadi saya diam-diam aja sambil nunggu orang buat ngangkutin kembali ke kamar.
Saya didorong kembali ke kamar oleh ibu saya dan beberapa perawat lainnya. Kata ibu, operasinya sukses dan jaringannya sudah diangkat, alhamdulillah. Bentuknya agak lonjong dan squishy (lembek-lembek) ketika dipencet, dan warnanya putih keabu-abuan. Katanya sepertinya benigna, tapi mau dibawa ke lab patologi anatomi dulu untuk dites, dan baru bisa diperiksa hasilnya pada tanggal 15 nanti... Waktu ditanya lagi, ada fotonya tidak? Ternyata ibu ga bawa hapenya jadi ga sempat motoin T_T Tapi it's okay, lah. Buat yang baca, mohon doanya supaya hasilnya oke-oke saja, ya...
The rest of the day was uneventful. Susternya sempat masuk kamar beberapa kali buat nyuntikin antibiotik dan painkiller, dan beberapa anggota keluarga juga sempat berkunjung. Nenek saya sampe nangis-nangis karena ibu ga bilang-bilang bahwa saya akan dioperasi, dan baru diberitahu setelah operasinya selesai, hehehe.
Keesokan harinya juga tidak terlalu eventful, tapi kemudian saya mendapatkan kabar dari dokter Feby ketika dia mengganti perban saya: Saya sudah boleh pulang hari itu juga! Yaaay~ Katanya juga, hari Senin saya sudah boleh ke kampus, tapi mungkin setelah ganti perban lagi. Saya juga dianjurkan untuk tidak terlalu menggunakan lengan kiri saya, karena bisa bikin daerah yang dioperasi jadi nyeri. Other than that, there were no problems. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah...
Infus saya dilepas pada pukul setengah tujuh petang (saya menghabiskan total lima botol infus selama tiga hari tinggal di rumah sakit), dan setelah berkumpul-kumpul dengan keluarga dan berfoto-foto, saya sudah dibolehkan pulang pada pukul tujuhnya. Alhamdulillah (Banyak banget alhamdulillahnya ya XD Tapi Tuhan sayang sama orang yang rajin bersyukur, dan boy, banyak banget hal yang harus saya syukuri selama pengalaman ini).
Sekarang sudah H+2 post-op, dan saya sudah dapat bergerak secara leluasa di sekeliling rumah--hanya saja, seperti yang dikatakan oleh dokter, apabila saya terlalu sering menggerakkan tangan kiri saya, payudara saya serasa ditusuk-tusuk pake jarum. Nyeri T_T Jadi sepanjang hari ini, saya gunakan tangan kanan terus.. Selain itu, saya diberikan obat anti-nyeri (asam mefenamat) dan antibiotik (namanya saya lupa), yang masing-masing dikonsumsi 3x1 hari. Oh iya, selain itu, berat badan saya naik banget T_T Naiknya 5kg; kata dokter, mungkin akibat water retention dari infusnya, atau adanya trauma pada jaringan-jaringan yang dioperasi, atau..... Saya yang banyakan makan. HAHAHA. Emang sih, tidak ada yang bisa dilakukan di tempat tidur seharian itu selain makan dan nonton Pushing Daisies (pemeran laki-lakinya ganteng bangeeet *swoons*).
Kalo misalnya ada update yang penting, insya Allah akan saya edit di post ini. Nantikanlah!! Hahaha :D
EDIT:
H+4: Today went swimmingly. Saya sudah diperbolehkan untuk kembali berkuliah; selama berkuliah, daerah yang dioperasi sempat terasa sedikit sakit karena saya memang orang yang banyak goyang, tapi lukanya tidak sampai berdarah kembali. Malah, ketika saya dan ibu ke poliklinik untuk mengganti perban saya, lukanya ternyata sudah kering dan kata dokter, sudah tidak 'basah' lagi di bagian dalamnya. Saya juga baru melihat luka hasil operasinya hari ini, karena terakhir kali perban saya dibuka, masih sedikit berdarah (dan saya kurang suka melihat darah, hence my reluctance in enrolling in medicine like everyone else and their mothers, hahaha). Terlihat bahwa lukanya hanya terdapat di salah satu tepi areola, dan telah dijahit dengan benang berwarna biru, yang kata dokternya sudah bisa dilepaskan sekitar seminggu dari sekarang, insya Allah.
Saya sempat panik karena terdapat benjolan yang agak keras di tempat yang dulunya terisi oleh fibroadenoma tersebut, tapi dokternya bilang itu hal yang normal dan tidak perlu dikhawatirkan. Setelah mencari-cari sedikit, saya mendapatkan bahwa benjolan tersebut merupakan scar tissues, atau jaringan yang terbentuk untuk mengisi space kosong yang ditinggalkan setelah lumpectomy. Apparently, jaringan tersebut akan tereduksi seiring berjalannya waktu; namun, apabila jaringan tersebut tidak menghilang, dan malah bertambah besar atau mulai sakit, maka segerelah diperiksa kembali di dokter.
Apa lagi ya? Ah iya, insya Allah hasil patalogi anatomi dari fibroadenoma saya akan keluar pada tanggal 15 Mei ini, yang akan 'diiringi' oleh penggantian perban saya yang ketiga kalinya, hehe. Mohon doanya supaya hasilnya oke-oke saja ya...
EDIT:
H+4: Today went swimmingly. Saya sudah diperbolehkan untuk kembali berkuliah; selama berkuliah, daerah yang dioperasi sempat terasa sedikit sakit karena saya memang orang yang banyak goyang, tapi lukanya tidak sampai berdarah kembali. Malah, ketika saya dan ibu ke poliklinik untuk mengganti perban saya, lukanya ternyata sudah kering dan kata dokter, sudah tidak 'basah' lagi di bagian dalamnya. Saya juga baru melihat luka hasil operasinya hari ini, karena terakhir kali perban saya dibuka, masih sedikit berdarah (dan saya kurang suka melihat darah, hence my reluctance in enrolling in medicine like everyone else and their mothers, hahaha). Terlihat bahwa lukanya hanya terdapat di salah satu tepi areola, dan telah dijahit dengan benang berwarna biru, yang kata dokternya sudah bisa dilepaskan sekitar seminggu dari sekarang, insya Allah.
Saya sempat panik karena terdapat benjolan yang agak keras di tempat yang dulunya terisi oleh fibroadenoma tersebut, tapi dokternya bilang itu hal yang normal dan tidak perlu dikhawatirkan. Setelah mencari-cari sedikit, saya mendapatkan bahwa benjolan tersebut merupakan scar tissues, atau jaringan yang terbentuk untuk mengisi space kosong yang ditinggalkan setelah lumpectomy. Apparently, jaringan tersebut akan tereduksi seiring berjalannya waktu; namun, apabila jaringan tersebut tidak menghilang, dan malah bertambah besar atau mulai sakit, maka segerelah diperiksa kembali di dokter.
Apa lagi ya? Ah iya, insya Allah hasil patalogi anatomi dari fibroadenoma saya akan keluar pada tanggal 15 Mei ini, yang akan 'diiringi' oleh penggantian perban saya yang ketiga kalinya, hehe. Mohon doanya supaya hasilnya oke-oke saja ya...
Overall, dari pengalaman ini, saya mendapatkan insight sebagai berikut:
- Pentingnya melakukan SADARI, aka PerikSA PayuDAra SendiRI. Check your breasts tiap bulannya, ladies; it can save you a lot of trouble in the future. Untuk petunjuk melakukan SADARI, banyak banget video instruksional dan petunjuk tertulis di internet, silahkan di-Google...
- If you are good to other people, then they will be good to you as well. Hal ini dibuktikan dengan mudahnya proses berobat saya, yang dibantu oleh beberapa orang yang sebelumnya telah dibantu oleh ayah saya. Thank you so, so much to everyone who was involved in my pre-op, op, and post-op... Semoga kebaikannya dibalas oleh Tuhan YME.
- Gaya hidup dan pola makan saya sangat buruk, dan saya harus berencana untuk mengubahnya ke depannya. Bukan berarti saya tidak boleh makan yang sekedar enak di tenggorokan! Boleh kok, tapi sekali-sekali saja, dan tentunya dalam batas yang wajar. Selain itu, saya harus berusaha untuk tidak terlalu stres dan tidak terlalu 'mendorong' fisik saya untuk bekerja terlalu keras. (This one will be hard; tugas saya banyak dan waktu saya sedikit ;u; Tapi insya Allah akan saya usahakan...)
- ... I guess that's all.
Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk membaca post saya, and may your health always be good! :)